Jumat, 15 Januari 2010

Gumpalan-Gumpalan Penyesalan

Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasalam pernah bersabda:

نِعْمَتَانِ مَعْبُوْنٌ فِيْهِمَا كَثِيْرًا مِنَ النَّاسِ الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ

“Ada dua nikmat, dimana banyak orang yang terlena karena keduanya. Yaitu kesehatan dan waktu luang.” (HR. Bukhari)

Ibnul Jauzi berkata: “Adakalanya orang itu sehat, tetapi tidak punya waktu luang. Adakalanya seseorang itu punya waktu luang dan berbadan sehat, tapi ia malas melakukan ketaatan kepada Allah , maka ia termasuk orang yang merugi.

Dunia itu ladang akhirat dan di dalamnya terdapat bisnis yang keuntungannya hanya bisa terlihat di akhirat nanti. Barangsiapa menggunakan kesehatan dan waktu luangnya dalam rangka taat kepada Allah , maka ia termasuk orang yang beruntung.” Oleh karena itu,...jangan sampai kita menyesal setelah segala sesuatunya tidak berarti, penyesalan yang tiada guna dan tiada arti. Apabila tidak dari sekarang kita beramal membekali diri, niscaya akan sangat banyak bentuk penyesalan yang akan kita alami. Di antara penyesalan itu adalah:

1. Penyesalan pada saat Kiamat Kecil

Kiamat kecil yang dialami manusia adalah kematian. Seseorang mulai menyesal ketika detik-detik akhir usianya dan meyakini nyawanya tidak lama lagi keluar dari tubuhnya. Seperti apa yang Allah firmankan:
وَظَنَّ أَنَّهُ الْفِرَاقُ وَالْتَفَّتِ السَّاقُ بِالسَّاقِ إِلَى رَبِّكَ يَوْمَئِذٍ الْمَسَاقُ
“Dan dia yakin bahwa sesungguhnya itulah waktu perpisahan (dengan dunia),dan bertaut betis (kiri) dengan betis (kanan), kepada Rabb-mulah pada hari itu kamu dihalau.” [QS. Al-Qiyamah (75): 28-30]

Saat itu, ia ingat ribuan jam yang tidak ia gunakan untuk taat kepada Allah dan ia berharap dikembalikan ke dunia untuk beramal shalih. Itulah penyesalan pertama seseorang. Ia berharap diberi kesempatan kembali ke dunia untuk beramal shalih.

Ia lupa dirinya sedang berbicara dengan Dzat yang mengetahui mata yang berkhianat dan apa yang dirahasiakan hati. Allah telah mengetahui kebohongannya. Andai ia dikembalikan ke dunia, ia pasti bermaksiat lagi dan malas mengerjakan kebaikan. Karena itu, perminataannya dijawab dengan jawaban yang tegas.

حَتَّى إِذَا جَآءَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتَ قَالَ رَبِّ ارْجِعُونِ {99} لَعَلِّي أَعْمَلُ صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ كَلآ إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَآئِلُهَا وَمِن وَرَآئِهِم بَرْزَخٌ إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ {100}

“(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seorang dari mereka, dia berkata:"Ya Rabbku kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkan saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampai hari mereka dibangkitan”. [QS. Al-Mu’minun (23): 99-100].

2. Penyesalan Karena Salah Memilih Sahabat

Penyesalan seperti ini terjadi ketika seseorang di akhirat melihat sahabat karibnya menelantarkan dirinya dan tidak berdaya membelanya di sisi Allah . Saat-saat ngobrol, canda dan tawa, begadang, pesta pora di meja judi dan minum-minuman keras waktu di dunia. Mereka semua tidak dapat menyelamatkan diri dari kondisi yang ia hadapi nanti di akhirat.

Walaupun ketika di dunia mereka saling tolong menolong, dalam perbuatan dosa. Ia lihat penghuni neraka yang paling ringan siksanya ialah orang yang dua bara diletakkan di atas telapak kakinya, lalu otaknya mendidih. Penghuni neraka itu mengira tidak ada orang yang lebih berat siksanya dari dirinya. Padahal, ia penghuni yang paling rignan siksanya. Saat itulah...

وَيَوْمَ يَعَضُّ الظَّالِمُ عَلَى يَدَيْهِ يَقُولُ يَالَيْتَنِي اتَّخَذْتُ مَعَ الرَّسُولِ سَبِيلاً {27} يَاوَيْلَتَى لَيْتَنِي لَمْ أَتَّخِذْ فُلاَنًا خَلِيلاً {28} لَّقَدْ أَضَلَّنِي عَنِ الذِّكْرِ بَعْدَ إِذْ جَآءَنِي وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِلإِنسَانِ خَذُولاً {29}

“Dan ingatlah hari ketika orang yang zalim itu menggigit kedua tangannya, seraya berkata: “Aduhai kiranya aku mengambil jalan yang lurus bersama Rasul. Kecelakaan besarlah bagiku, kiranya aku dulu tidak menjadikan si fulan menjadi teman akrabku. Sesungguhnya dia telah menyesatkanku dari al-Qur’an ketika telah datang kepadaku. Dan syetan itu tidak akan menolong manusia.”

Sayyid Quttub berkata; “Ia tidak hanya menggigit satu tangan tetapi menggigit kedua tanganya secara bergantian atau menggigit kedua tangannya sekaligus karena begitu beratnya penyesalan itu. Hal itu adalah gerakan yang menggambarkan kondisi kejiwaan yang terlihat nyata. Dan itulah akibat karena bersahabat dengan teman-teman yang jahat dan memusuhi orang-orang yang shaleh di dunia”.

3. Penyesalan Saat Amal Diperlihatkan

Ketika buku catatan amal perbuatan dibagikan dan manusia melihat seluruh perbuatannya, tiba-tiba pelaku maksiat terkejut bukan kepalang, saat melihat isi buku itu. Ternyata, buku itu menulis semua kata yang ia ucapkan puluhan tahun yang silam dan merekam seluruh perbuatan maksiat yang ia kerjakan di balik pintu kokoh dan kegelapan malam. Saat itu, Ia berteriak dengan penuh penyesalan.

مَالِ هَذَا الْكِتَابِ لاَيُغَادِرُ صَغِيرَةً وَلاَكَبِيرَةً إِلآ أَحْصَاهَا

“Kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya.” [QS. Al-Kahfi (18): 49]
Ia lupa kalau ia disertai malaikat yang selalu mencatat kemaksiatan dan kebaikan walaupun sebesar atom.

Ia berharap mati saja daripada melihat siksa yang sudah menanti. Ia pun ingat bahwa ternyata harta, jabatan dan kekuasaan yang ia kira bermanfaat baginya, semua itu sama sekali tidak berguna baginya saat sekarang. Sekarang yang bisa menyelamatkannya ini hanyalah amal shaoleh dan rahmat Allah :

وَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِشِمَالِهِ فَيَقُولُ يَالَيْتَنِي لَمْ أُوتَ كِتَابِيَهْ {25} وَلَمْ أَدْرِ مَاحِسَابِيَهْ {26} يَالَيْتَهَا كَانَتِ الْقَاضِيَةَ {27} مَآأَغْنَى عَنِّي مَالِيَهْ {28} هَلَكَ عَنِّي سُلْطَانِيَهْ {29}

“Adapun orang-orang yang diberikan kepadanya dari sebelah kirinya, maka dia berkata:"Wahai alangkah baiknya kiranya tidak diberikan kepadaku kitabku (ini), Dan aku tidak mengetahui apa hisab terhadap diriku, Wahai kiranya kematian itulah yang menyelesaikan segala sesuatu, Hartaku sekali-kali tidak memberi manfaat kepadaku. Telah hilang kekuasaan dariku". (QS. Al Haaqqah [69]: 29).

Di dunia dulu ia ingin hidup selama mungkin, sekarang di akhirat kita lihat dia ingin mati saja. Bentuk-bentuk penyesalan pada saat itu beragam. Setiap kali pelaku maksiat melihat satu bentuk siksaan, maka ia akan ingat waktu yang dulu ia sia-siakan yang ia tidak gunakan untuk ta’at kepada Allah serta beribadah kepada-Nya.

4. Penyesalan saat Neraka di datangkan

Rasulullan bersabda; “Ketika itu neraka akan didatangkan neraka dengan tujuh puluh ribu tali kekang. Dan pada setiap tali kekangnya terdapat tujuh puluh ribu malaikat yang menariknya. (HR. Muslim).

Ketika pelaku maksiat melihat neraka sebesar itu dengan ditarik oleh 4,9 milyar malaikat serta di dalamnya menjulur lidah besar dan leher yang memilki mata sebagaimana yang disebutkan dalam hadist; “Pada hari kiamat sebuah leher akan keluar dari neraka.

Leher itu mempunyai dua mata yang bisa melihat, dua telinga yang bisa mendengar, dan dua lidah yang bisa berbicara.

Lidah leher itu berkata; “Aku mewakili tiga jenis manusia ; orang yang menjadikan tuhan selain Allah, orang sombong sekaligus pembangkang, dan orang yang suka menggambar makhluk hidup. (HR. Tirmidzi).

Ia akan mendengar dengusan nafas dan kemarahan neraka Jahannam saat berteriak dengan teriakkan menakutkan; “Apakah masih ada tambahan untukku? Apakah masih ada tambahan untuk penghuniku?”.

Ketika itu pelaku maksiat ingat saat-saat berlaku maksiat, malas, dan menunda-nunda amal shaleh, menipu Allah dengan tobat palsu, dan waktu –waktu yang hilang dengan sia-sia. Tapi..sekali lagi nostalgia kenangan itu tidak ada gunanya. S

aat itulah ia akan berkata; “Alangkah baiknya kiranya aku dulu mengerjakan amal shaleh untuk hidupku ini”. Kita lihat terdapat kesedihan yang mendalam di balik harapan itu, dan inilah kondisi yang paling menyakitkan yang dirasakan seseorang di akhirat kelak.

5. Penyesalan Saat Berdiri di Neraka
Allah , berfirman:

وَلَوْ تَرَىإِذْ وُقِفُوا عَلَى النَّارِ فَقَالُوا يَالَيْتَنَا نُرَدُّ وَلاَنُكَذِّبُ بِئَايَاتِ رَبِّنَا وَنَكُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ

“Dan jika kamu (Muhammad) melihat ketika mereka dihadapkan ke neraka, lalu mereka berkata:"Kiranya kami dikembalikan (ke dunia) dan tidak mendustakan ayat-ayat Rabb kami, serta menjadi orang-orang yang beriman". (tentulah kami melihat suatu peristiwa yang mengharukan).” [QS. Al-An’am (6): 27]

Sungguh aneh, ketika di akhirat orang-orang itu berkata, “Wahai seandainya kami menjadi orang-orang beriman.” Padahal, mereka dahulu memerangi para pendakwah ahlussunnah, pendakwah kalimat tauhid dan melecehkan siapa saja yang mengajak kepadanya.

Kenapa kini, di akhirat, mereka berharap ingin menjadi orang-orang beriman? Kenapa itu baru terlontar sekarang dan tidak di dunia dahulu? Itulah kemunafikan yang menempel pada mereka, kendati mereka berdiri di depan neraka menyaksikan kedahsyatannya. Selanjutnya bentuk penyesalan yang akan kita alami, apabila kita tidak menggunakan waktu dengan ketaatan kepada Allah adalah:

6. penyesalan Setelah Dilempar ke Neraka
Allah berfirman:

يَوْمَ تُقَلَّبُ وُجُوهُهُمْ فِي النَّارِ يَقُولُونَ يَالَيْتَنَآ أَطَعْنَا اللهَ وَأَطَعْنَا الرَّسُولاَ وَقَالُوا رَبَّنَآ إِنَّآ أَطَعْنَا سَادَتَنَا وَكُبَرَآءَنَا فَأَضَلُّونَا السَّبِيلاَ رَبَّنَآ ءَاتِهِمْ ضِعْفَيْنِ مِنَ الْعَذَابِ وَالْعَنْهُمْ لَعْنًا كَبِيرًا

“Pada hari ketika muka mereka dibolak-balikkan dalam neraka, mereka berkata: ’Alangkah baiknya, andaikata kami ta'at kepada Allah dan ta'at (pula) kepada Rasul dan mereka berkata: “Ya Rabb Kami, sesungguhnya kami telah menta'ati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar). Ya Rabb kami, timpakanlah kepada mereka azab dua kali lipat dan kutuklah mereka dengan kutukan yang besar". [QS. Al-Ahzab (33): 66-68].

Ibnu Katsir berkata; “Maksudnya mereka di seret di neraka dengan kepala terbalik dan wajah mereka di bolak-balikkan di Jahannam. Dan mereka berharap di kembalikan ke dunia, agar mereka akan bersama orang-orang yang taat.

Sekarang mereka baru tahu, ternyata jalan yang dahulu mereka tempuh adalah jalan yang salah, sebab mereka mengikuti tokoh-tokoh mereka yang berjalan di jalan setan, jalan yang bertentangan dengan jalan Islam, jalan al-Qur’an, jalan sunnah Rasulullah .

Nanti di akhirat, mereka berani mengutuk pemimpin-pemimpin mereka dan bicara kepada mereka dengan bahasa lantang, sebelumnya di dunia mereka hidup sebagai pengecut, hina tidak berani mengatakan kebenaran dan tidak punya nyali menolak kemungkaran, walaupun dia tahu bahwa semua itu jelas-jelas bukan jejak dan perilaku Rasulullah dan orang –orang yang beliau muliakan.

Setelah mereka dilemparkan ke neraka dan merasakan siksanya, perasaan mereka yang tadinya membeku itu hidup kembali dan mereka menyesal kenapa tidak mengikuti jalan Allah dan Rasul-Nya . Tapi, waktu untuk itu, sudah tidak ada lagi, karena di dunia inilah semua ujian itu harus dihadapi dan disikapi, bukan di akhirat.

Demikianlah di antara bentuk-bentuk penyesalan yang akan kita alami jika kita tidak menggunakan nikmat dari Allah , berupa kesehatan dan waktu luang dengan sebaik-baiknya.

Dan mudah-mudahan kita termasuk orang-orang yang diberikan rahmat oleh Allah , untuk memasuki Jannah atau surga-Nya yang di dalamnya terdapat hal-hal yang menyenangkan kita. (Abu Syaimah)

Jazakumullah......

Jumat, 08 Januari 2010

Faktor-Faktor Penyebab Melemahnya Iman


1. Godaan-godaan Setan Terhadap Umat Manusia
Hendaknya masing-masing orang menyadari bahwa selama hayat dikandung badan ia senantiasa berada dalam kancah peperangan melawan setan. Setiap jalan-jalan kebaikan yang ditempuhnya, ia pasti berhadapan dengan setan yang siap menghadang. Simaklah hadits Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berikut ini:

"Sesungguhnya setan senantiasa siap menghadang bani Adam dalam setiap langkah yang ditempuh-nya. Bila ia menempuh jalan Islam, maka setan akan menggoda seraya berkata: 'Apakah engkau sudi meninggalkan ajaran nenek moyangmu dengan menempuh jalan Islam?' Namun seorang hamba Allah sejati tidak akan menghiraukan godaan itu dan tetap menempuh jalan Islam. Bila ia menempuh jalan hijrah, maka setan akan datang menggoda seraya berkata: 'Apakah engkau sudi meninggalkan kampung halaman tercinta dengan nekad berhijrah?' Namun ia pun tidak menghiraukan godaan itu dan tetap berhijrah. Bila ia menempuh jalur jihad, maka setan akan datang menggoda seraya berkata: 'Jika engkau masih membandel tetap ikut berjihad, niscaya engkau akan terbunuh, istrimu akan dinikahi orang dan hartamu akan dibagi-bagikan! Namun ia menepis godaan itu dan tetap pergi berjihad." (HR. An-Nasaai dan Ahmad dalam musnadnya dari Sabrah bin Abi Fakih radhiyallahu 'anhu secara marfu')
Ketahuilah bahwa kancah peperangan ini sangat berat dan melelahkan, ditebarkan oleh setan dan bala tentaranya di mana-mana. Maka hendaklah kita benar-benar siap menghadapinya. Setan, hawa nafsu, angkara murka dan godaan dunia siap menjerat setiap saat.
Seorang penyair menuturkan:
Sungguh, diriku dihujam dengan empat anak panah,
yang tiada henti-henti melesat dari busurnya meng-hujam diriku.
Yaitu iblis, dunia, ambisi diri dan hawa nafsu.
Wahai Rabbku, hanya Engkau jualah yang kuasa menyelamatkan diriku.
Oleh karena itu, sudah seyogyanya kita selalu waspada terhadap segala tipu daya setan. Bukankah Allah Subhanahu wa Ta'ala telah berfirman:
"Dan jika syaitan mengganggumu dengan suatu gangguan, maka mohonlah perlindungan kepada Allah." (Fushshilat: 36)
Sadarilah bahwa pada detik ini kamu tengah berperang melawan setan, janganlah sampai engkau dipecundanginya. Hati-hatilah terhadap tipu daya setan, janganlah sampai mengecoh dirimu. Sesungguhnya tipu daya setan itu sangat lemah wahai saudaraku! Dengarlah firman Allah Subhanahu wa Ta'ala berikut ini:
"Oleh sebab itu, perangilah kawan-kawan syaitan itu, karena sesungguhnya tipu daya syaitan itu adalah lemah." (An-Nisa': 76)

2. Kurang Memahami dan Mengetahui Urgensi Menjaga Nilai Ketaatan
Sering kita temui sebagian orang yang melakukan berbagai bentuk perbuatan dosa dan maksiat. Namun lucunya ia masih mengaku-aku sebagai seorang multazim (orang yang menjaga nilai ketaatan). Ia sebenarnya tidak memahami dan tidak mengerti hakikat iltizam (menjaga nilai ketaatan). Sebab hakikat iltizam adalah melaksanakan amalan-amalan ketaatan dan menjauhi perkara yang diharamkan. Oleh sebab itu pula sering kita mendengar selentingan pertanyaan dalam momen-momen tertentu seperti ceramah, pengajian dll yang berbunyi: "Saya adalah seorang pemuda 'baik-baik', selalu mengerjakan shalat lima waktu, berpuasa bulan Ramadhan, menunaikan ibadah haji, namun aku masih suka mendengarkan musik, atau aku masih suka melabuhkan kain sampai di bawah mata kaki (isbal), atau aku masih suka melihat perkara yang diharamkan untuk dilihat, atau perbuatan dosa lainnya. Bagaimana menurut Anda wahai saudaraku? Seolah-olah sikonnya berkata: "Jika air sudah mencapai dua qullah, niscaya tidak akan menjadi najis karena kotoran, yaitu selama aku dalam keadaan demikian, aku tetap tergolong orang 'baik-baik', meskipun dosa dan maksiat itu selalu kulakukan.
Sekali-kali tidak! Engkau tetap tertuntut untuk meninggalkan perbuatan dosa itu, engkau harus menjauhkan diri dari dosa-dosa itu sejauh-jauhnya. Dan hendaknya engkau memasang tekad yang kuat untuk itu, mintalah pertolongan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan jangan mudah menyerah!
Seorang pemudi mengadukan halnya: "Aku adalah seorang gadis 'baik-baik' , namun aku masih sering berkhalwat dengan sopir pribadiku di dalam mobil atau dalam rumah." Bagaimanakah pendapat Anda tentang masalah ini?
Saya tandaskan bahwa perbuatan seperti itu jelas melanggar rambu syariat. Sedangkan iltizam yang hakiki mengharuskannya untuk meninggalkan pelanggaran-pelanggaran syariat semacam itu.
3. Lingkungan yang Jauh dari Nilai-nilai Ketaatan
Kadangkala seseorang yang iltizam tumbuh di tengah-tengah lingkungan yang jauh dari nilai-nilai ketaatan. Kadangkala ia hanya bisa diam melihat dosa dan maksiat yang ada di sekitarnya, lebih parah lagi terkadang ia terpengaruh dengan dosa dan maksiat itu. Sebagaimana yang disebutkan dalam pepatah ' alah bisa karena biasa', jika sudah terlalu sering menyaksikan perbuatan dosa, akhirnya terpengaruh juga.
Maksudnya bukan secara seporadis merubah pelanggaran-pelanggaran syariat yang dilihatnya di dalam rumah. Sebab cara seperti itu akan membuahkan hasil yang mengecewakan. Beberapa pemuda semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala mencurahkan taufik kepadanya dan kepada kita semua- terlalu terburu-buru dalam bertindak, begitu ia mendapat hidayah, langsung saja ia datangi keluarganya seraya menyeru: "Kalian semua tahu atau tidak bahwa perkara ini dan ini haram tidak boleh dilakukan!"
Dengan enteng keluarganya menjawab sebagaimana yang dilantunkan seorang penyair:
Kalian katakan ini dan itu tidak boleh kami laku-kan.
Siapakah kalian, hingga kalian bisa berkata ini dan itu!
"Bukankah kamu seorang anak kecil baru lahir kemarin, masih bau kencur? kok tiba-tiba saja menjadi mufti di dalam rumah, tunggu dulu janganlah tergesa-gesa!" demikian sindir keluarganya.
Menurut hemat saya masalahnya tidak akan selesai dengan mengunci mulut tidak bereaksi, dan tidak pula dengan cara seporadis seperti itu. Sebagian orang berang-gapan bahwa solusinya adalah dengan meninggalkan rumah (minggat), tentu saja ini merupakan cara yang keliru, sebab minggat dari rumah tidak akan menyelesai-kan masalah (bahkan akan menambah masalah). Beda halnya jika dengan meninggalkan rumah, kondisi akan berubah menjadi lebih baik. Namun biasanya cara seperti itu justru akan menambah berat jalan cerita.
Apabila engkau melihat sebuah kemungkaran (khu-susnya di dalam rumah sendiri), maka siapkanlah senjata pamungkas yang membuat mereka tidak bisa berkutik, tidak bisa berdalih ini dan itu. Hendaklah engkau menyi-apkan petuah alim ulama yang terpandang mengenai bahaya kemungkaran itu. Atau dapat juga engkau siapkan fatwa ulama, kitab agama, kaset ceramah, buletin-buletin dan lain sebagainya. Kemudian engkau persilakan mereka sendiri yang mendengar dan mem-bacanya. Sebab terkadang mereka belum menemukan cara yang tepat untuk meninggalkan perbuatan mungkar itu. Banyak pemuda yang terhimpit problematika seperti ini, dengan menerapkan cara di atas banyak membuah-kan hasil-hasil positif yang menggembirakan. Walham-dulillah
4. Musibah dan Cobaan
Berapa banyak orang yang berubah jalur hidupnya akibat musibah dan cobaan yang menimpa. Terkadang musibah dan cobaan itu datang dari orang lain atau karena akibat tingkahnya sendiri. Muslim yang sejati adalah yang bertambah ketaatannya setiap musibah dan cobaan datang menerpa. Adakah musibah dan cobaan yang lebih besar dari yang diterima Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan sahabat-sahabat beliau? Coba buka kembali sejarah peperangan Ahzab! Simaklah firman Allah Subhanahu wa Ta'ala berikut ini yang menggambarkan betapa berat cobaan yang dialami mereka, sehingga sulit diungkapkan dengan kata-kata;
"(Yaitu) ketika mereka datang kepadamu dari atas dan dari bawahmu, dan ketika tidak tetap lagi penglihatan(mu) dan hatimu naik menyesak sam-pai ke tenggorokan dan kamu menyangka terhadap Allah dengan bermacam-macam purbasangka. Di situlah diuji orang-orang mukmin dan digoncang-kan (hatinya) dengan goncangan yang sangat." (Al-Ahzab: 10-11)
Coba bayangkan bagaimana keadaan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam keti-ka itu, hamba yang paling mulia di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala, apakah dengan cobaan yang demikian nilai ketaatan mereka merosot? Apakah pupus iman mereka kepada Allah? Ma'adzallah sekali-kali tidak! namun kita ucapkan seba-gaimana yang diucapkan hamba-hamba yang beriman.
"Dan tatkala orang-orang mu'min melihat golongan-golongan yang bersekutu itu, mereka berkata:"Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita". Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. Dan yang demikian itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali iman dan ketundukan." (QS. Al-Ahzab: 22)

5. Terlalu Banyak Beban Kehidupan yang Dipikul dan Terlalu Berat Serta Panjang
Perjalanan yang Dilalui
Terus terang saya katakan bahwa sebagian orang ada yang membebankan dirinya di luar kapasitas normal, hingga ia sendiri tidak sanggup memikulnya. Kadang ia lupa bahwa perjalanannya masih panjang. Kita dapati ia mencampuri dan menggeluti hampir semua bidang. Sibuk mengurus ini dan itu. Sampai-sampai ia mengabai-kan perkara-perkara wajib.
Tidakkah pernah engkau jumpai seorang yang punya ambisi besar, setiap celah yang bisa dimanfaatkan, pasti dimasukinya! Namun begitu selesai dari segala aktifitasnya itu, staminanya menurun, akhirnya terkapar tiada berdaya, tenggelam dalam tidur yang pulas. Terka-dang ia melalaikan kewajiban-kewajibannya. Padahal yang dituntut adalah menyucikan jiwa dengan berbuat taat. Lebih parah lagi, terkadang ia melalaikan shalat fajar, tentu saja ia juga melalaikan doa-doa sebelum tidur.
Hendaklah kita beramal sesuai dengan kemampuan yang ada. Ikutilah petunjuk Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berikut ini:


"Amal yang paling dicintai Allah adalah yang ber-kesinambungan meskipun sedikit." (HR. Al-Bukhari, Muslim, An-Nasa'i, Abu Dawud, Ibnu Majah dan Ahmad)
6. Pengaruh Orang Tua
Pengaruh orang tua sangat besar terhadap pertum-buhan anak-anaknya. Mereka dapat menjadi salah satu faktor penyebab menurunnya nilai ketaatan. Apalagi jika si ayah jauh dari tuntunan agama. Kadangkala seorang anak tumbuh di atas bimbingan agama yang baik, ia menampik perkara-perkara yang dilarang agama. Namun sayangnya si ayah berusaha menghalanginya. Si ayah menyediakan segala fasilitas untuk memperdaya anaknya itu, tentu saja lambat laun si anak akan terpengaruh hingga melemahlah nilai ketaatannya.
7. Tidak Ada Kontrol dan Motivasi dari Orang Lain
Sering kali kita keluhkan tidak adanya waskat (pengawasan melekat) antara sesama pemuda ketika gejala-gejala penyakit ini muncul (maksudnya penyakit melemahnya gairah beramal). Berapa banyak orang yang bertekad untuk bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, namun sangat sedikit yang mau peduli dengan kesungguhannya itu. Kontrol dan suntikan motivasi ini sangat urgen, sebab seorang pemuda biasanya memiliki masa lalu yang selalu diingatnya. Jika terbayang kembali masa lalunya itu, setan akan segera menggodanya untuk kembali seperti yang dulu. Kemudian datanglah bala tentara setan yang diperankan manusia-manusia iblis, menakut-nakutinya dengan bayangan masa lalunya itu. Bahkan terkadang mengancamnya bila ia tidak seperti yang dulu, mereka akan membongkar boroknya di hadapan orang banyak! Pada saat-saat seperti itu, ia tidak menemukan orang shalih dan istiqamah yang memberikan motivasi kepadanya. Sehingga ia terpengaruh bisikan bala tentara iblis tadi, akhirnya ia kembali kepada masa lalunya yang kelam.
Kadang kala mereka menyeretnya ke dalam kemu-nafikan, dengan membisikkan ke telinganya: "Tetaplah engkau seperti ini secara lahir. Dan secara batin engkau dengan perbuatanmu seperti itu sehingga engkau pasti bersama orang-orang jahat juga nantinya!"
Seringkali kita temui cara yang kurang tepat, yaitu nasihat pertama yang kita sampaikan kepada mereka adalah: "Hati-hati dengan si 'Fulan', jangan sekali-kali kamu mendekatinya! Menurut pandangan saya, cara seperti ini tidak akan menyelesaikan masalah. Bahkan secara tidak disadari kita telah membantu setan untuk menyesatkan si 'Fulan' itu. Jarang sekali kita temui nasihat yang berbunyi: "Wahai saudaraku, hendaklah engkau menemani si Fulan dan membimbingnya."
Seorang teman saya pada suatu hari mengadu bahwa ia baru saja keluar dari penjara, dan ia telah bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dengan tegas ia katakan: "Apakah ada seorang teman yang shalih yang sudi membimbingku? Apakah ada pendamping yang shalih yang bersedia duduk bersamaku? Saya menjawab: "Tentu saja ada!" Namun dengan memelas ia berkata: "Akan tetapi mereka semuanya menjauh dariku!"
Jika kita biarkan dia begitu saja, berarti kita mem-biarkan dia menjadi mangsa setan dan menjadi bala tentaranya. Jika Allah Subhanahu wa Ta'ala menyukai orang-orang yang bertaubat, mengapakah kita tidak menyukai mereka? Bukankah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah bersabda:

"Demi Allah, sesungguhnya Allah sangat senang dengan taubat hamba-Nya melebihi senangnya sese-orang di antara kamu yang menemukan kembali ontanya yang hilang di padang luas." (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Mas'ud dan Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu)
Jika kita memang menyukai orang-orang yang bertau-bat, mengapakah kita tidak membimbing mereka kepada jalan kebenaran dan hidayah serta ketaatan? Sudah selayaknya kita menuntun mereka untuk berbuat taat.
Tentunya kita semua pernah mendengar kisah seorang yang telah membunuh sembilan puluh sembilan jiwa, kemudian bertanya di manakah orang yang paling alim di muka bumi? Ia pun ditunjukkan kepada seorang rahib (pendeta). Ia pun bertanya kepada pendeta itu, apakah masih terbuka pintu taubat baginya, sementara ia telah membunuh sembilan puluh sembilan jiwa? Pendeta itu menjawab: "Tidak!" Maka ia pun membunuh pendeta itu sehingga genaplah seratus jiwa yang telah dibunuhnya. Lalu ia bertanya lagi, di manakah orang yang paling alim di muka bumi? Ia pun ditunjukkan kepada seorang ulama. Ia bertanya kepada ulama itu, apakah masih terbuka pintu taubat baginya, sementara ia telah membunuh seratus jiwa? Ulama itu menjawab: "Ya, siapakah yang menghalangimu dari pintu taubat?" Ulama itu telah memberikan lampu hijau kepadanya untuk menorehkan lembaran baru dalam hidupnya. Ulama itu berkata: "Pergilah engkau ke negeri A, di sana terdapat orang-orang shalih yang senantiasa mengesakan Allah shallallahu 'alaihi wasallam dalam beribadah, ikutilah mereka!" (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Sekiranya orang itu menolak pergi ke negeri A tersebut, maka tidak ada pilihan baginya kecuali kembali kepada lingkungannya yang rusak. Namun takdir Allah shallallahu 'alaihi wasallam menentukan lain, orang itu mati di tengah perjalanan menuju ke sana.
Oleh sebab itu wahai saudaraku, apabila datang seorang yang benar-benar ingin bertaubat, hendaklah kita bergembira dengan taubatnya itu. Namun masih saja ada yang mencibir: "Taubatnya belum seratus persen!" Kepada mereka saya katakan: "Wahai saudara-ku, barangkali ia masih khawatir atau takut kepada sebagian orang!" Atau masih saja ada yang mencemooh: "Ia baru kemarin meninggalkan alam maksiat, aku khawatir ia masih menyimpan sesuatu!" Dan masih ba-nyak lagi komentar-komentar lainnya, seperti: "Jangan-jangan ia nanti mengambil hartaku lalu minggat!" Apakah ini yang kau inginkan?!
Sikap seperti itu bersumber dari piciknya pan-dangan. Yaitu ketika pertama kali engkau berkenalan dengan seseorang langsung saja engkau tumpahkan segala uneg-unegmu kepadanya. Tahan dulu, jangan terburu-buru! Sebab bukan seperti itu caranya, akan tetapi hendaklah engkau teguhkan ia di atas ketaatan terlebih dulu, engkau luruskan dan engkau tuntun tangannya hingga timbul kepercayaan dirinya dan setelah itu ia dapat kembali ke daerahnya sebagai da'i kepada agama Allah Subhanahu Wata'ala

Makna "Iyyaaka Na'budu Wa Iyyaaka Nasta'iin"

"KepadaMu Kami menyembah dan KepadaMu Kami memohon pertolongan." (Al-Fatihah: 5)

Maksudnya, kami mengkhususkan kepada diriMu dalam beribadah, berdo'a dan memohon pertolongan.

Para ulama dan pakar di bidang bahasa Arab mengatakan, didahulukannya maf'ul bih (obyek) " Iyyaaka " atas fi'il (kata kerja) " na'budu wa Nasta'in " dimaksudkan agar ibadah dan memohon pertolongan tersebut dikhususkan hanya kepada Allah 'azza wa jalla semata, tidak kepada selain-Nya.

Ayat Al-Qur'an ini dibaca berulang-ulang oleh setiap muslim, baik dalam shalat maupun di luarnya. Ayat ini merupakan ikhtisar dan intisari surat Al-Fatihah, yang merupakan ikhtisar dan intisari Al-Qur'an secara keseluruhan.

Ibadah yang dimaksud oleh ayat ini adalah ibadah dalam arti yang luas, termasuk di dalamnya shalat, nadzar, menyembelih hewan kurban, juga do'a. Karena Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda,

"Do'a adalah ibadah." (HR At-Tirmidzi) 8.1

Sebagaimana shalat adalah ibadah yang tidak boleh ditujukan kepada rasul atau wali, demikian pula halnya dengan do'a. Ia adalah ibadah yang hanya boleh ditujukan kepada Allah semata. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman,

"Katakanlah, 'Sesungguhnya aku hanya menyembah Tuhanku dan aku tidak mempersekutukan sesuatu pun denganNya." (Al-Jin: 20)

Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda,
"Do'a yang dibaca oleh Nabi Dzin Nun (Yunus) ketika berada dalam perut ikan adalah, 'Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Engkau, Mahasuci Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang zhalim.' Tidaklah seorang muslim berdo'a dengannya untuk (meminta) sesuatu apapun, kecuali Allah akan mengabulkan padanya." 8.2

8.1 Memohon Pertolongan Hanya Kepada Allah

Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda,

"Jika engkau meminta maka mintalah kepada Allah dan jika engkau memohon pertolongan maka mohonlah pertolongan Kepada Allah." (HR. At-Tirmidzi) 8.3

Imam Nawawi dan Al-Haitami telah memberikan penjelasan terhadap makna hadits ini, secara ringkas penjelasan tersebut sebagai berikut, "Jika engkau memohon pertolongan atas suatu urusan, baik urusan dunia maupun akhirat maka mohonlah pertolongan kepada Allah. Apalagi dalam urusan-urusan yang tak seorang pun kuasa atasnya selain Allah. Seperti menyembuhkan penyakit, mencari rizki dan petunjuk. Hal-hal tersebut merupakan perkara yang khusus Allah sendiri yang kuasa." Allah ta'ala berfirman,

"Jika Allah menimpakan suatu kemudharatan kepadamu maka tidak ada yang dapat menghilangkannya melainkan Dia sendiri." (A1-An'am: 17)

Barangsiapa menginginkan hujjah (argumentasi/dalil) maka cukup baginya Al-Qur'an, barangsiapa menginginkan seorang penolong maka cukup baginya Allah ta'ala, barangsiapa menginginkan seorang penasihat maka cukup baginya kematian. Barangsiapa merasa belum cukup dengan hal-hal tersebut maka cukup Neraka baginya. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman,

"Bukankah Allah cukup untuk melindungi hamba-hambaNya?" (Az-Zumar: 36)

Syaikh Abdul Qadir Jailani dalam kitab Al-Fathur Rabbani berkata,
"Mintalah kepada Allah dan jangan meminta kepada selain-Nya. Mohonlah pertolongan kepada Allah dan jangan memohon pertolongan kepada selain-Nya. Celakalah kamu, di mana kau letakkan mukamu kelak (ketika menghadap Allah di akhirat), jika kamu menentang-Nya di dunia, berpaling daripada-Nya, menghadap (meminta dan menyembah) kepada makhluk-Nya serta menyekutukan-Nya. Engkau keluhkan kebutuhan-kebutuhanmu kepada mereka. Engkau bertawakkal (menggantungkan diri) kepada mereka. Singkirkanlah perantara-perantara antara dirimu dengan Allah. Karena ketergantunganmu kepada perantara-perantara itu suatu kepandiran. Tidak ada kerajaan, kekuasaan, kekayaan dan kemuliaan kecuali milik Allah . Jadilah kamu orang yang selalu bersama Allah, jangan bersama makhluk (maksudnya, bersama Allah dengan berdo'a kepada-Nya tanpa perantara melalui makhluk-Nya).''

Memohon pertolongan yang disyari'atkan Allah subhanahu wa ta'ala adalah dengan hanya memintanya kepada Allah agar Ia melepaskanmu dari berbagai kesulitan yang engkau hadapi.

Adapun memohon pertolongan yang tergolong syirik adalah dengan memintanya kepada selain Allah subhanahu wa ta'ala. Misalnya kepada para nabi dan wali yang telah meninggal atau kepada orang yang masih hidup tetapi mereka tidak hadir. Mereka itu tidak memiliki manfaat atau mudharat, tidak mendengar do'a, dan kalau pun mereka mendengar tentu tak akan mengabulkan permohonan kita. Demikian seperti dikisahkan oleh Al-Qur'an tentang mereka.

Adapun meminta pertolongan kepada orang hidup yang hadir untuk melakukan sesuatu yang mereka mampu, seperti membangun masjid, memenuhi kebutuhan atau lainnya maka hal itu dibolehkan. Berdasarkan firman Allah ta'ala,

"Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa." (Al-Ma'idah: 2)

Dan sabda Rasulullah ,

"Allah (akan) memberikan pertolongan kepada hamba, selama hamba itu memberikan pertolongan kepada saudaranya." (HR. Muslim)

Di antara contoh meminta pertolongan kepada orang hidup yang dibolehkan adalah seperti dalam firman-Nya,

"... maka orang yang dari golongannya meminta pertolongan kepadanya, untuk mengalahkan orang dari musuhnya ..." (Al-Qashash: 15)

Juga firman-Nya yang berkaitan dengan Dzul Qarnain,
"... maka tolonglah aku dengan kekuatan (manusia dan alat-alat) ..." (Al-Kahfi: 95)

Sumber: Jalan Golongan yang Selamat, Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu

Sebuah Kisah Tentang Laga Kautsar

laga Kautsar yang penuh keni`matan...
Rosululloh Salallahu Alaihi Waslam menyambut para ummat tercinta penuh kesenangan..
Ahlan.. ahlan ummati.. Minumlah di telaga ini.. Tak ada lagi kehausan sepajang zaman..

Senang tiada tara saat meilhat sang ummat tercinta berbondong-bondong meminumnya penuh kebahagiaan..

Tiba-tiba... Rosululloh Salallahu Alaihi Wasalam terhenyak kaget.. di seberang sana sekelompok orang terharamkan meminumnya.

Bukankah itu Ummatku??? Gumam Rosul yang mulia..

Alloh Subhanahu Wa Ta'ala menjawab dengan kasih sayang-Nya yang Mulia..
Wahai Rosul Pujaan.. Janganlah kau tercengang.. Kau memang tidak tahu.. Apa yang terjadi pada mereka, saat kau tinggalkan dunia yang hina..

Ya Robb, mereka berubah??? Mereka menggantinya??? Mereka meninggalkannya??? Ohhh.. Engkau Maha Mengetahui Segala Sesuatu tanpa sisa..
Ya.. ya.. Mereka berubah... mereka mengganti semua yang KUanugerahkan kepada mereka.. Mereka meninggalkan tuntunan yang Kusampaikan kepadamu penuh cinta..

Saudaraku...

Ingat-ingatlah siapa diri kalian di saat kegelapan zaman meliputi dunia..
Kalian tidak lebih hina dari binatang purba.. Penyembah berhala dengan berbagai rupa..
Kalian memakan bangkai tanpa merasa hina.. Tapi kalian berikan makanan mulia kepada berhala..

Kalian zinahi ibu kalian di tengah jalan.. Ibu tercinta yang melahirkan kalian..
Kalian kubur anak suci hidup-hidup di kuburan.. Tanpa otak yang kalian pikirkan..
Kalian bebas telanjang seperti binatang jalang.. Miskin papa terhina di lorong-lorong jalan..

Kalian bangga menumpahkan darah sesama kalian.. hanya membela kehendak syeithan..

Lalu... tidakkah kalian ingat... Wahai orang-orang yang malang...

Dia.. Dia yang kalian kenal.. datang membawa hidayah dari Ar Rahman...
Merubah Kalian Menjadi tiang-tiang kebenaran.. membawa panji-panji kemuliaan..
Berhala??? Kalian binasakan tanpa ampunan.. Kalian persembahkan kepada Alloh saja segala kehidupan...
Makanan kalian barang-barang halal penuh kebaikan..
Orang-orang tua kalian dijunjung tinggi penuh kehormatan..

Anak-anak kalian menghirup udara Islam dengan akhlak mulia penuh kasih sayang...
Kalian tutup aurot kalian dengan junjungan tinggi perintah Ketuhanan..
Kemudian... Gelap...gelap.. Dia meninggalkan kalian... Sohabat-sohabat mulia beliaupun menyusulnya ke alam barzakh bersama beliau...

Tetapi Umatku... bukankah kutitipkan bekal untuk keselamatan dan kemuliaan kalian...

Kitabulloh dan sunnahku... Ingat fahamilah itu dengan tuntunan orang-orang yang aku rekomendasikan...

Muhajirin... Anshor... Tabi`in.. Tabi`ut Tabi`in (semua yang tergolong as sabiqun awwalun walladzinat Taba`uhum bi ihsan)..

Tapi Rosulpun terhenyak.. karena ada umat beliau yang diharamkan meminum telaga Kautsar...

Jawabnya.. Berubah hai Rosul... Mereka berubah.. Mereka kembali ke zaman kegelapan..
Saat jahiliyah meliputi zaman...

Kau tahu agamamu yang dahulunya Islam... terbangun dalam fondasi sunnah dan jama`ah..

Kini mereka menjadi syiah.. khowarij.. murji`ah.. mu`tazilah.. filsafat murni.. tasawwuf moderen... taoriqot.. dan nama-nama lain yang beraneka ragam..
Kitabmu bebas mereka tafsirkan... padahal kau sudah bersusah payah menjaga dan memurnikannya dengan para sohabatmu yang mulia..

Tuntunanmu hanya ditonton.. sedangkan mimpi para pengkhayal menjadi penuntun.. kitab-kitab primbon dijunjung-junjung.. filsafat yunani kufur diagung-agung..
Tauhid yang kau dakwahkan dianggap fundamentalisme... tetapi syirik oh… oh…
Seperti inti kemurnian penghambaan.. Keris... kuburan.. kembang dan air.. bubur tujuh rupa.. buah-buahan di atap rumah.. burung-burung pertanda sial.. dukun-dukun pemegang gaib.. keramat-keramat tempat dipuja.. oh.oh apa ini semua... berubah??? Ya berubah...

Al Qur`an dan Sunnahmu yang dahulu kau daulatkan dalam negara... Kini disingkirkan penuh petaka... diganti undang-undang belanda, perancis atau buatan para berhala...
Saudaraku... ya.. ya.. kini kau lihat kegelapan zaman yang sama di jahiliyyah pertama..
Kejahilan... Kelengahan.. Kesesatan merajalela...
Kini Beliau Salallahu Alaihi Waslam bertanya... Kemana Umatku...? Kemana Umatku..? Umatku tercinta...
Kau umatku.. kalian umatku... Tanyalah pada diri kita sekalian...

Jumat, 01 Januari 2010

Kamis, 10 Desember 2009

Tangisan Yang Terpuji

Sahabat, pernahkan anda merasakan betapa nikmatnya menangis dalam shalat atau menangis ketika membaca al-Quran?
Subhanallah, itu adalah sebuah kelezatan yang luar biasa, sebagaimana diilustrasikan secara tepat oleh seorang ulama salaf,
"Andai para raja zhalim mengetahui kelezatannya, maka mereka akan merebutnya dari kita dengan pedang-pedang mereka"

Selain itu, menangis dalam shalat dan membaca al-Quran memiliki keutamaan yang sangat tinggi, di antaranya yaitu diharamkannya mata tersebut dari jilatan api neraka (HR. Ibnu Abi Dunya), tidak diazab pada hari kiamat kelak (Hr. Al-Hakim) dan dapat melembutkan hati.

Sahabat, setiap dosa yang kita lakukan adalah setiap noda yang kita torehkan di hati. Ketika noda-noda itu menutupi hati kita, maka hati pun terasa kesat dan keras. Hidup jadi terasa kurang tentram walaupun dari sisi materi berkecukupan. Seakan-akan ada saja yang kurang dalam hidup ini, tapi kita tidak tahu apa dan mengapa. Sering, tersulut sedikit saja, emosi (hati) meledak tak terkendali.

Sahabat, tentu kita tidak ingin memiliki hati yang keras. Obat paling mujarab untuk mengikis noda-noda di hati dan melembutkannya kembali adalah dengan menangis di hadapan Allah. Dan yang paling mudah untuk kita lakukan kapan saja (tanpa perlu waktu khusus) adalah membaca al-Quran. Kita menangis (atau berusaha menangis) apakah itu karena takut ketika membaca ayat-ayat azab-Nya atau karena besarnya harap ketika membaca ayat-ayat surga dan kenikmatannya. Subhanallah, menangis karenanya terasa bagaikan oase di gurun pasir yang panas. Cobalah Sahabat, maka Anda pasti akan merasakannya..

Sahabat, manusia semulia Nabi Saw pun selalu menyempatkan diri untuk menangis karena Al-Quran. Abdullah bin Mas’ud menuturkan Rasulullah Shalallahu’alaihi Wassallam bersabda: "Bacakan untukku al-Quran". Lalu katakan: "Wahai Rasulullah Shalallahu’alaihi Wassallam mengapa aku baca untuk engkau, padahal Al-Qur’an turun kepadamu?" Beliau berkata: Ya Sesungguhnya saya ingin mendengarkannya dari selainku. Lalu aku baca surat An-Nisa’ hingga sampai ayat : Maka bagaimanakah apabila Kami mendatangkan seseorang saksi dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu sebagai saksi atas mereka itu .Beliau lantas berkata: "Ya cukup". Ketika saya menoleh padanya, kulihat air matanya mengalir deras.
Jika Rasulullah Saw yang terbebas dari dosa saja menyempatkan diri untuk menagis karena al-Quran, lalu bagaimana dengan kita yang setiap hari selalu menambah dosa??

Jumat, 04 Desember 2009

Wudhu Batin

Tersebutlah seorang ahli ibadah bernama Isam bin Yusuf. Ia terkenal wara', tangguh dalam ibadah dan sangat khusyuk shalatnya. Namun dia selalu khawatir kalau ibadahnya tidak diterima Allah.

Suatu hari Isam menghadiri pengajian seorang sufi terkenal bernama Hatim Al Asham. Isam bertanya, Wahai Aba Abdurrahman (panggilan Hatim), bagaimanakah cara Anda shalat?

Apabila masuk waktu shalat, saya berwudhu secara lahir dan batin," jawab Hatim. Bagaimana wudhu batin itu? tanya Isam kembali.

Wudhu lahir adalah membasuh semua anggota wudhu dengan air. Sedangkan wudhu batin adalah membasuh anggota badan dengan tujuh perkara. Yaitu, dengan tobat, menyesali dosa, membersihkan diri dari cinta dunia, tidak mencari dan mengharapkan pujian dari manusia, meninggalkan sifat bermegah-megahan, menjauhi khianat dan menipu, serta meninggalkan dengki,papar Hatim.

Ia melanjutkan, Setelah itu aku pergi ke masjid, kuhadapkan muka dan hatiku ke arah kiblat. Aku berdiri dengan penuh rasa malu. Aku bayangkan Allah ada di hadapanku, surga di sebelah kananku, neraka di sebelah kiriku, malaikat maut berada di belakangku. Aku bayangkan pula seolah-olah aku berdiri di atas titian Shirathal Mustaqiim dan aku menganggap shalatku ini adalah shalat terakhir bagiku. Kemudian aku berniat dan bertakbir dengan baik. Setiap bacaan dan doa dalam shalat berusaha aku pahami maknanya. Aku pun rukuk dan sujud dengan mengecilkan diri sekecil-kecilnya di hadapan Allah. Aku bertasyahud (tahiyyat) dengan penuh pengharapan dan aku memberi salam dengan ikhlas. Seperti itulah shalat yang aku lakukan dalam 30 tahun terakhir.

Mendengar paparan tersebut, Isam bin Yusuf tertunduk lesu dan menangis tersedu-sedu membayangkan ibadahnya yang tak seberapa bila dibandingkan Hatim Al Asham.

WUDHU DAN PENGHAPUSAN DOSA
Jangan sepelekan wudhu. Inilah pesan tersirat yang disampaikan Hatim Al Asham. Mengapa? Shalat dan wudhu adalah satu kesatuan, bagaikan dua sisi mata uang. Tidak akan berkualitas shalat seseorang bila wudhunya tidak berkualitas. Pun tidak akan diterima shalat bila tidak diawali wudhu. Melalaikan wudhu sama artinya dengan melalaikan shalat. Wudhu adalah prosesi ibadah yang dipersiapkan untuk mensucikan diri agar mampu melakukan komunikasi Dzat Yang Mahasuci.

Karena itu, menyempurnakan wudhu adalah sebuah keutamaan sekaligus keharusan. Saat seseorang berwudhu kemudian membaguskan wudhunya dan mengerjakan shalat dua rakaat, di mana ia tidak berbicara dengan dirinya dalam berwudhu dan shalatnya tentang hal duniawi, niscaya keluarlah ia dari segala dosanya, seperti hari ia dilahirkan oleh ibunya. Demikian sabda Rasulullah SAW dari Utsman bin Affan (HR Bukhari Muslim).

Kata "membaguskan wudhu" dalam hadis ini jangan sekadar dipahami membasuh anggota-anggota badan tertentu secara merata. Namun ada yang lebih penting, yaitu membasuh, membersihkan dan mensucikan organ-organ batin dari keburukan dan dosa sambil terus berzikir kepada Allah. Inilah yang dikatakan wudhu batiniah. Wudhu yang akan membuat shalat kita ada ruh-nya.

Tampaknya hadis ini memiliki korelasi kuat dengan hadis yang disampaikan Utsman bin Affan lainnya. Rasulullah SAW bersabda, Bila seorang Muslim berwudhu, ketika membasuh muka, maka keluar dari wajahnya dosa-dosa yang pernah dilakukan matanya bersama tetesan air yang terakhir. Ketika membasuh kedua tangannya, maka keluarlah setiap dosa yang pernah dilakukan tangannya bersama tetesan air yang terakhir. Ketika membasuh kakinya, maka keluarlah dosa yang dijalani oleh kakinya bersama tetesan air yang terakhir, sampai ia bersih dari semua dosa. (HR Muslim).

Pengampunan dosa ini akan sulit terwujud dalam wudhu, andai hati lalai dari mengingat Allah. Rasulullah SAW menegaskan, Barangsiapa mengingat Allah ketika wudhu, niscaya Allah sucikan tubuhnya secara keseluruhan. Dan barangsiapa tidak mengingat Allah, niscaya tidak disucikan oleh Allah dari tubuhnya selain yang terkena air saja. (HR Abdul Razaq Filjam Ishaghir).

Sebenarnya, kata kunci untuk mensinkronkan wudhu lahir dan wudhu batin adalah kesadaran atau niat yang tulus. Kita sadar apa yang sedang kita lakukan. Sadar bahwa wudhu adalah prosesi pembersihan diri. Sadar bahwa wudhu adalah sarana untuk taqarrub ilallah. Sadar bahwa setiap basuhan air wudhu akan menggugurkan dosa-dosa. Intinya kita sadar akan hakikat dan keutamaan wudhu serta memahami tatacaranya seperti yang dicontohkan Rasulullah SAW.

Adanya kesadaran akan melahirkan ketersambungan hati dengan Allah SWT. Saat berkumur-kumur misalnya, sadari dan niatkan bahwa air yang masuk ke mulut bukan sekadar membersihkan kotoran lahir, tapi juga dosa-dosa yang pernah terucap lewat lisan. Demikian pula saat mencuci telapak tangan, membersihkan lubang hidung, membasuh muka, membasuh tangan sampai siku, dsb. Niatkan sebagai sarana pembersihan dosa yang ada pada bagian-bagian tubuh tersebut.

WUDHU SEBELUM TIDUR
Aktivitas wudhu, sebetulnya tidak terbatas hanya ketika akan shalat. Setiap saat memiliki wudhu adalah sebuah keutamaan. Sebab dengan selalu menjaga wudhu, seseorang akan lebih terjaga perilaku serta kesehatan fisik dan jiwanya. Salah satunya menjelang tidur. Dari Al Bara' bin 'Azid, Rasulullah SAW bersabda, Kapan pun engkau hendak tidur berwudhulah terlebih dahulu sebagaimana engkau hendak mengerjakan shalat, berbaringlah dengan menghadap ke arah kanan dan berdoalah (HR Bukhari). Hikmahnya, mengawali tidur dengan wudhu dan berzikir akan membuat tidur kita bernilai ibadah dan dicatat sebagai aktivitas dzikir.

Seorang ahli kesehatan mengungkapkan, bila sebelum tidur kita berwudhu dan meminum sepertiga gelas air putih, maka akan terjadi proses grounding dan netralisasi muatan negatif dalam tubuh. Hasilnya kita akan tidur tenang dalam pelukan cinta dan rahmat Allah. Bila kita berzikir dan memuji Allah sebelum tidur, maka memori kita yang terdalam akan merekam dengan baik ikrar cinta kita kepada Allah SWT.

Wudhu menjelang tidur, akan mendekatkan seseorang kepada surga. Rasul pernah memvonis seseorang sebagai ahli surga. Para sahabat penasaran. Apa gerangan yang membuat orang tersebut dimuliakan sedemikian rupa. Setelah diselidiki, ternyata sebelum tidur ia selalu berwudhu. Ia bersihkan anggota badannya dari najis. Dan sebelum mata terpejam, ia bersihkan hatinya dari iri, dengki, dendam, serta kebencian. Ia lupakan pula keburukan orang lain kepadanya, sehingga hatinya benar-benar lapang.

Demikianlah, bagi seorang Mukmin, wudhu adalah pembersih di dunia dan perhiasan indah pada Hari Kiamat (HR Muslim). Wallaahu a'lam.


Blogger Templates by Isnaini Dot Com and Volkswagen Cars. Powered by Blogger